Halaman

Minggu, 03 April 2011

Tugas Hukum Islam

Tugas hukum islam hal 15-25


Islam datang ke Indonesia

1. pola masuknya Islam ke Indonesia

Prof. Rasyidi menyatakan bahwai Islam, dalam hal ini adalah hukum-hukumnya dalam pelaksanaannya tidak luput dari perubahan zaman, interplay, dengan situasi. Meskipun agama Islam itu sendiri sifatnya absolute. Ini agaknya dapat dijadikan sebagai karakteristik Hukum Islam di Indonesia , dibandingkan dengan di tempat lain.

Guna melihat perkembangan Islam yang ada sekarang, maka mau tidak mau harus meniti latarbelakang masuk dan berkembangnya hukum Islam di Indonesia, karena dari sejarah ini kita dapat melihat bagaimana Islam dapat berinteraksi dengan nilai-nilai yang dominant pada masa sebelumnya dan mengalami perkembangan yang terus-menerus setelah mendapatkan pengaruh yang beraneka dari luar.

Dari penelitian sejarah, hukum Islam telah ada di Indonesia sejak bermukimnya orang-orang Islam di Nusantara. Jadi masuk dan berkembangnya hukum Islam di Indonesia adalah bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam itu sendiri. Meskipun ada yang berpendapat bahwa masuknya Islam adalah dari Arab, namun kebanyakan menyatakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia bukan pusatnya dari Timur tengah, melainkan dari India, sehingga paham mistik yang berasal dari sana banyak sekali pengaruhnya terhadap Islam yang datang ini.

Tentang kerajaan Islam dan perkembangannya yang dapat dicatat dari perjalanan sejarah, akan diuraikan dalam bagian lain dari buku ini.

Berdasarkan adanya campuran mistis yang ternyata sudah masuk bersamaan dengan hadirnya Islam itu sendiri, maka Nampak bahwa Islam di Indonesia lebih banyak menonjolkan aspek mistik daripada aspek hukum sebagai corak aslinya. Ini juga dapat dimaklumi mengingat peranan mistik asli daripada masa pra Islam dan ajaran yang berasal dari Hindu Buddha sangat besar pengaruhnya sebelum datangnya Islam. Justru dengan warna Islam yang sudah bercampur dengan mistik inilah yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia waktu itu sehingga dapat segera tersebar. Dengan kondisi Indonesia waktu itu sehingga segera tersebar. Degan kondisi seperti inilah para wali songo di Jawa, menggunakan media yang komunikatif dengan rakyat. Misalnya wayang yang digunakan dalam dakwah pada akhirnya menimbulkan efek yang sifatnya melestarikan nilai tradisional ppra Islam tersebut.

Snouck Hurgronye dalam pengamatannya mengenai masalah ini menyatakan bahwa agama Islam sebagaimana telah diterima bangsa Indonesia, sebelumnya sudah mengalami proses penyesuaian dengan agama Hindu., sehingga dengan mudah pun dapat menyelaraskan diri dengan agama Hindu campuran yang ada di Jawa dan Sumatra. Dalam masalah yang sama, Benda menyatakan bahwa Islam dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan tradisi yang berabad umurnya.

Ialah tradisi penduduk asli dan sebagian lain tradisi Hindu Budha yang dalam prosesnya ternyata banyak kehilanagan kekakuan doktrinernya. Hal ini yang nantinya melahirkan kepercayaan yang sifatnya sinkritisme.

Berbeda dengan pandangan di atas S.M.N. Al Attas melihat bahwa tahap pertama Indonesia yang menonjol justru adalah aspek hukumnya, bukan aspek mistik karena ia melihat kecenderungan penafsiran Islam secara mistik baru terjadi dalam tahap berikutnya, ialah antara 1400-1700.

Jika pendapat ini yang dipakai, meskipun kurang mendapatkan dukungan, maka berarti telah terjadi semacam proses “pelemahan” dari ajaran hukum Islam di Indonesia dalam arti semula orang Indonesia taat pada hukum Islam, kemudian meninggalkannya dan mengikuti ajaran mistik.

Lepas dari perbedaan pendapat tersebut, adalah merupakan kenyataan bahwa nilai tradisional telah banyak memppengaruhi substansi dan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. Semula pencerminan nilai tradisionla tersebut diterima hanyalah untuk sementara waktu saja oleh para penyebar agama Islam, yaitu untuk memperlancar proses Islamisasi di Indonesia. Namun kenyataan kemudian justru menunjukkan hal sebaliknya., yaitu terjadi dominasi nilai tradisional atau setidaknya konflik berkepanjangan.

Pola pengaruh masuknya hukum Islamm dengan pengaruh mistiknya ini nampaknya masih tetap dominant sampai sekarang terutama bagi mereka yang mengaku beragama Islam namun masih juga memberinya symbol tradisi dalam kegiatan yang sebenarnya itu merupakan penyimpangan dari hukum Islam. Hal ini dapat dilihat dalam hal penamaan kepala kerbau misalnya meskipun dalam beberapa kasus diberi selimut secara Islam, sehingga secara sepintas nampak berbau Islam. Hal tersebut sebenarnya nyata sekali bertentangan dengan Islam. Secara sosiologis dewasa ini juga Nampak adanya semacam dikhotomi dalam masyarakat Islam sebagaimana hasil pengamatan Clifford Geertz tentang Islam santri dan Islam abangan di kalangan masyarakat Jawa, sebagai symbol dari orang Islam yang benar-benar melaksanakan Hukum Islam baik dan mereka yang namanya saja Islam tapi tidak melaksanakan hukum Islam. Pembedaan ini nampaknya sangat besar sekali pengaruhnya sampai-sampai Benda berpendapat bahwa sejarah Islam di Indonesia tidak lain daripada sejarah perluasan peradaban santri dan pengaruhnya terhadap kehidupan agama, social, dan politik di Indonesia, berarti mereka yang termasuk abangan ditempatkan di luar jalur perkembangan hukum Islam di Indonesia.

Apa yang dikemukakan dalam persoalan kaum santri dan kaum abangan ini, nampaknya memang tidak akan bisa dilepaskan dari konteks awal sehingga lahir istilah itu. dengan tidak melihat latar belakangnya seseorang cenderung menyetujui hal demikian sebagai hal yang memang ada. Tentang hal ini kita juga harus kembali pada sejarah penjajahan Belanda di Indoneis yang secara langsung berperan juga dalam perkembangan hukum Islam di Indonesia. Dari merekalah, sebenarnya, banyak lahir pemikir-pemikir yang meneliti masalah berkenaan dengan hukum Islam di Indonesia khususnya yangs sedikit banyak dipengaruhi oleh “ perasaan kebaratan” –nya, sehingga tidak jarang hal ini membawa kepada penafsiran yang kurang tepat. Politik yang berkenaan dengan pesepsinya ini, akan dibahas dalam bab Hukum Islam pada Masa Kompeni.

Sebgaia efek dari masuknya Islam melalui India sehingga secara langsung sudah bercampur dengan mistik, ditambah pula dengan era penjajahan di Indonesia yang panjang, memang terlihat banyak kejanggalan-kejanggalan. Hukum Islam yang berlaku di Indonesia tidak sepenuhnya selaras dengan apa yang digariskaan oleh Alquran dan hadits yang seharusnya diterapkan di Indonesia. Penilaian Hurgronye dalam hal ini, disebabkan Islam yang datang kepada masyarakat Indonesia bukannya Islam yang langsung dari Quran dan Hadits tetapi berdasarkan kitab hukum dan theology yang telah ada semenjak abad ke 3 Hijriyah. Pengaruh demikian amat jelas, pada Prof. kusumadi udjoseowojo yang menyatakan bahwa hukum Islam sumbernya kitab-kitab Fiqh dari mahzab Syafii yang berpengaruh.

Pendapat demikian secara factual memang perlu dibantah karena jelas tidak sesuai dengan konsepsi sebenarnya. Tentang hukum Islam meskipun tidak seluruhnya demikian. Hal ini dapat dilihat misalnya terhadap pemahaman orang pada saat sekarang tentang hukum Islam yang tidak bersumber pada Quran dan hadits serta apa yang diterapkan dari sumber tersebut, tetapi melihatnya sebagai apa yang tersurat dalam kitab Fiqh tersebut.


Kitab-kitab itu ada yang sudah berumur delapanratus tahun lenih dan yang paling baru hampir satu abad memang memuat deskripsi tentang hukum Islam menurut konsepsi mahzab Syafii tetapi kebanyakan ditulis sebagai komentar atau komentar atas komentar dari para ulama yang mendahului misalnya kitab I’anatut Thalibin karya Abu Bakar Asy Syatta adalah komentar dari kitab Fathul Muin karya Al Malabari dan seterusnya. Atau kitab-kitab itu kebanyakan ditulis oleh orang-orang arab atau setidaknya bukan oleh orang Indonesia sehingga kondisi Indonesia kurang ditonjolkan di dalamnya. Memang ada beberapa karya ulama Indonesia atau pernah tinggal di Indonesia dan ditulis dalam bahasa melayu seperti kitab “ Shiratal Mustaqim “ karya Nuruddin Arraniri (1685) dari Aceh yang kemudian dikembangkan menjadi kitab “ Sabilal Muhtadin “ oleh Muhammad Arsyad Al Banjary (1710-1812) dari Kalimantan Selatan yang kemudian oleh Daud Al Fatan (1847) dari Thailand menjadi “Bughayatul Thulab” yang ditulis berdasarkan kitab hukum yang disebutkan terdahulu dan juga hampir tidak ada penonjolan sifat khas Indonesia. Kitab hukum inilah yang dijadikan referensi di berbagai pesantren untuk memahami hukum Islam dan juga merupakan landasan hukum bagi Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutus perkara dimana para hakim Pengadilan Agama tidak jarang menyebutkan kitab tersebut sebagai pertimbangannya.

Karena kitab tersebut disamping berorientasi pada masyarakat Arab juga tidak menampung perkembangan mutakhir yang terjadi, maka ia dalam banyak hal sudah ketinggalan. Dan dalam menghadapi nilai tradisional Indonesia sangat bertolak belakang. Karena itulah maka banyak orang yang menilai bahwa hukum Islam itu adalah statis dan tidak menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi.

Pendapat ini tentu saja benar jika hanya melihat kepada makna apa yang tertulis dalam kitab tersebut dan tidak bertolak kepada konsepsi yang sebenarnya. Ironinya lagi, para ulama sangat berpengang kepada kitab tersebut atas dasar “taqlid” dan tidak ada keberanian untuk merombak dan menyesuaikan dengan kondisi Indonesia dan dengan kemajuan perkembangan zaman. Kita itu cenderung bernilai sacral hampir sama kedudukannya dengan Quran dan hadits dalam hal kekuatan referensinya.

2. kehadiran di akhir kejayaan

islam mencatat sejarahh perkembangannya mulai dari kebangkitan sampai keada perjalanan selanjutnya dengan kejayaan dan kesuraman yang silih berganti. Kejayaan dan kemunduran itu akhirnya berakhir dengan sangat menyedihkan dalam sekian masa. Kejayaan yang melahirkan peradaban dengan segala nilai dan akibatnya juga kejayaan yang melahirkan ahli piker modern dengan konsepsi segar melahirkan dunia baru dengan ceria. Dengan pengetahuan yang dimiliki, melahirkan cabang cabang ilmu baru dengan mengembangkan ilmu yang berasal dari Romawi kuno.

Kejayaan itu akhirnya berubha menjadi kemunduran dan kehancuran total ketika perang Salib berkecamuk yang maha besar selama 200 tahun. Perang yang controversial dengan penafsiran dari berbagai segi beserta akibatnya mencatat sejarah dengan berbagai kisah. Perang itulah yang oleh sementara sejarawan sebagai awal kekalah Dunia Timur dan mulainya peradaban Dunia Barat. Dan itu memang merupakan awal yang menyedihkan tidak saja bagi umat Islam tetapi juga seluruh dunia timur yang mencatatnya sebagai awal kepahitan yang berakhir entah waktu kapan.

Peradaban dunia Islam itu dari Barat dihancurkan oleh tentara Salibiyah sementara dari Timur tentara Mongol perompak Padang Pasir yang terkenal ganasnya menghancurkan segalam yang ada. Mereka tidak saja membantai manusia yang dijumppai tetapi juga membakar buku serta barang berharga yang merupakan kebudayaan tak ternilai. Umat Islam di dunia Arab seolah kembali ke zaman awal kesulitan mereka ketika pertama kali mengenal Islam.

Wilfred Cantwell Smith mencatat jatuhnya Abbasyiah kekuatan terakhir yang begitu mudah dihancurkan oleh kekuatan luar yang selama ini tidak dapat menembus keamppuhan tentaranya. Sambil mengatakan bahwa “ the classical period of Islamic his toray came to an end”, bahwa jaman klasik dari sejjarah Islam sudah sampai pada akhirnya, ia menambahkan “ The Historical Leaders and religious two different things “ > para pemimpin sejarah dan para ulama yang memimpin agama memimpin dua lapangan berbeda. Inilah kunci kehancuran Islam yang selama ini dijadikan sebagai pelambang puncak peradaban, yang kini tinggal kenangan manis untuk diceritakan kepada anak cucu sebagai warisan kisah turun temurun.

Konseppsi Islam semenjak dicetuskannya tidak pernah tercatat sekalipun memisahkan tugas kenegaraan dengan tugas keagamaan. Kedua tugas tersebut saling berkaitan dan merupakan tugas yang saling mengisi. Konsepsi awal Islam mengajarkan tidak dipisahkannya urusan duniawi dengan urusan keakhiratan. Nabi Muhammad biasa mengangkat seseorang untuk menjadi panglima perang. Orang itu pula disuruhnya menjadi imam sahabat-sahabatnya. Jika beliau mengangkat seorang wakil yang diberinya kekuasaan di suatu kota, dialah yang menjadi imam solat, dia juga yang menjadi walikota dan dia pula yang menentukan suatu Undang-Undang atau hukum.

Kesalahan yang agaknya dilakukan oleh penguasa Islam di akhir kejayaannya adalah ppenerapannya konsepsi yang terpisah antara kehidupan bernegara dan kehidupan bernegara, antara kehidupan duniawi dengan akhirat. Dua komponen yang seharusnya tidak boleh dipisahkan guna mendapat keseimbangan kehidupan, antara moral dan materi.

Dalam suasana awal kehancuran tercatat di dunia Arab itulah, ada di antara mereka yang menjalin perdagangan dengan dunia Timur. Mereka mengambil pusatnya di India. Dari sanalah Islam itu masuk ke Indonesia dengan segala implikasi yang telah diuraikan di atas. Saudagar dari India itu mengemban misi ganda. Di samping berdagang serta memperluas wawasan hubungannya dengan Dunia Timur, mereka juga menyebarkan Islam di daerah yang disinggahi sesuai tuntutan ajarannya. Dengan demikian yang dituntut dari mereka bukan hanya kepandaian berdagang, tapi juga dituntut penampila sikapnya yang harus menarik perhatian orang yang didatangi sehingga mereka juga tertarik utnuk masuk Islam. Karena itu yang berhubungan dengan proses penyebaran ini bukan hanya mereka yang menggantungkan diri kepada keuntungan materi saja, tetapi juga cerdik pandai dan para ulama yang membawa misi ganda itu.


3. kerajaan Samudera Pasai

sejarah Islam mencatat Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini berdiri setelah Rajendra I dari India 1023-1024 tidak berhasil menundukkan daerah itu. pada saat raja kehilangan simpati penduduk setempat seingga menyebabkan kekalahannya, tercatat Malikus SAleh adalah raja yang menduduki tahta. Raja inilah yang pertama kali penguasa beragama Islam, dengan kerajaannya, Samudra Pasai.

Di samping Samudra Pasai sebagai kerajaan pertama, tercatat pula Kerajaan Aceh. Hukum Islam tertanam kuat di sana hingga sampai Indonesia merdeka kemudian, Aceh secara keseluruhan baru dapat ditaklukkan setelah peperangan panjang yang sulit.

Kehadiran Islam pada umumnya tidak hanya di Samudra Pasai atau di Aceh saja. Selalu disambut dengan akrab oleh penduduk setempat dan umunya berlainan sekali dengan tanggapan mereka terhadap hadirnya agama lain. Sayang sekali sejarah memang tidak mengungkap perkembangan dan gerak secara nyata langkah-langkah Islam di Samudra Pasai dan Aceh, namun dari banyaknya nama Islam serta peninggalan yang bernilai keislaman dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam pernah berlaku dan tertanam kuat di sana.

Dan perpaduan antara kehadiran Islam dengan agama lain terutama Hindu itulah yang melahirkan konsepsi Islam yang tidak saja berorientasi kepada nilai yang tidak bersumber pada aslinya, tetapi juga melahirkan sekian banyak konsepsi baru. Konsepsi itu ada yang telah menyimpang jauh dari ajaran semula, dan hanya sedikit yang berorientasi secara benar kepada konsepsi semula. Dapat disebutkan misalnya dengan lahirnya sekian banyak aliran kebatina serta aliran kepercayaan lainnya